Saturday, July 3, 2010

KASUS DAN PEMBAHASAN : MENGHADAPI FTA ASEAN-CHINA : INDONESIA TERAPKAN STRATEGI HAMBATAN NON TARIF

TUGAS MK MANAJEMEN PEMASARAN STRATEGI


MENGHADAPI FREE TRADE AREA ASEAN-CHINA :

INDONESIA TERAPKAN STRATEGI HAMBATAN NON TARIF



Strategi hambatan non tarif menjadi senjata utama Indonesia dalam mempertahankan daya saing sejumlah subsektor industri yang masih tertekan akibat berlakunya Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China per 1 Januari 2010. Perlawanan dengan negosiasi ulang tarif kepabeanan tidak akan efektif karena sudah menjadi bagian dari perjanjian perdagangan bebas tersebut.

Khusus terhadap produk hortikultura terutama buah-buahan, Indonesia akan menerapkan tiga cara agar tetap bisa bersaing dengan China, yaitu:

  1. Menerapkan tingkat pengamanan pangan yang ketat;

  2. Menerapkan kesehatan makanan (food sanitary);

  3. Mengaitkan dengan prosedur keanekaragaman hayati seperti yang telah banyak dilakukan pada produk Indonesia

Subsektor hortikultura adalah satu-satunya subsektor agroindustri Indonesia yang tertekan dalam hubungan perdagangan bebas Indonesia-China karena akan mengalami defisit neraca perdagangan yang semakin membengkak setelah FTA ASEAN-China ini diberlakukan.

Pelaku usaha sebaiknya melihat FTA ASEAN-China dari sisi positifnya. Sebab keterlibatan Indonesia dalam FTA tersebut akan memberikan manfaat dalam bentuk perluasan pasar ekspor dan upaya untuk memperbesar investasi.

Soal beberapa industri yang belum siap ikut dalam FTA ASEAN-China, pemerintah telah menyiapkan dua skenario untuk mengatasi masalah tersebut. Skenario pertama adalah pertukaran barang yang belum siap dengan barang yang sudah siap. Kedua, permintaan penundaan waktu dan modifikasi interval tarif.

Beberapa produk Indonesia yang diperkirakan akan memperoleh manfaat dalam bentuk perluasan pasar ke China antara lain kertas, alumina, permen dan mebel. Implikasi positif FTA sudah pasti ada, seperti penurunan biaya bahan baku sebesar 5% antara lain untuk industri baja, bahan baku plastik, kain hingga mesin pertanian.

Beberapa instrumen non tarif yang akan digunakan pemerintah dalam mempertahankan daya saing produk Indonesia antara lain adalah:

  1. Penggunaan Standar Nasional Indonesia

  2. Instrumen Label Halal

  3. Instrumen Label Berbahasa Indonesia

  4. Pengetatan Pengawasan Pasar

Masih banyak lagi instrumen hambatan non tarif yang bisa diterapkan oleh Indonesia untuk mengatasi FTA ASEAN-China tersebut.

FTA ASEAN-China menyepakati 928 pos tarif bea masuk dihapuskan. Namun, beberapa sektor industri meminta penundaan atas pembebasan pos tarif tertentu, terutama industri logam, makanan dan minuman, mesin, tekstil dan elektronika.

Saat ini pemerintah tengah memperjuangkan 314 produk dari sekitar delapan sektor industri yang akan dinegosiasikan lagi dengan pihak China yaitu industri besi dan baja, petrokimia, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, furniture, alas kaki, kimia organik serta elektronika.


KESIMPULAN:

Manfaat FTA ASEAN-China terhadap Indonesia

Dari artikel/kasus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat FTA ASEAN-China terhadap Indonesia antara lain adalah:

Positif

Secara umum manfaat positif FTA ASEAN-China terhadap Indonesia adalah terjadinya trade creation dan trade diversion.

  • Trade creation yaitu terciptanya transaksi dagang antar anggota FTA yang sebelumnya tidak pernah terjadi, akibat adanya insentif-insentif karena terbentuknya FTA.

  • Trade diversion terjadi akibat adanya insentif penurunan tarif, misalnya Indonesia yang sebelumnya selalu mengimpor gula hanya dari China beralih menjadi mengimpor gula dari Thailand karena menjadi lebih murah dan berhenti mengimpor gula dari China.

  • Manfaat trade creation jauh lebih besar dibandingkan trade diversion. Selain itu juga terjadi pemanfaatan bersama sumber daya regional dan peningkatan efisiensi akibat terbentuknya spesialisasi diantara para pelaku industri dan perdagangan yang terpacu oleh adanya insentif liberalisasi tarif dan non-tarif. Dalam kerangka FTA, posisi tawar ekonomi regional menjadi lebih kuat dalam menarik mitra dagang dan investor asing maupun domestik yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan penduduk negara anggota. FTA dapat pula menciptakan sinergi baik antar anggota maupun secara kelompok regionalnya dengan regional lainnya sebagai manfaat berganda (multiplier effect) yang menguntungkan perekonomian dunia.

Secara khusus, manfaat FTA ASEAN-China untuk sektor pertanian Indonesia antara lain : (a) peningkatan volume perdagangan produk pertanian melalui penurunan tarif bea masuk di negara RRC yang penduduknya terbesar di dunia dan merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia; (b) peningkatan kerjasama investasi; (c) kerjasama ekonomi, melalui kerjasama peningkatan capacity building.

  • Ekspor sektor komoditas unggulan, seperti minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), kakao, dan gelas mengalami peningkatan seiring pemberlakuan FTA.

  • FTA mampu mendorong peningkatan investasi dari China ke Indonesia. "Ekspor kita meningkat ke China, seperti CPO dan kakao.

  • Penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan nontarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan ke China yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.

  • Penciptaan rezim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Ketiga, peningkatan kerja sama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan capacity building, technology transfer,dan managerial capability.


Negatif

Secara umum pengaruh negatif FTA ASEAN-China adalah FTA memungkinkan terbentuknya ekonomi biaya tinggi bila berlangsung secara tidak efektif akibat implementasi penurunan tarif, yang kemudian segera digantikan oleh kenaikan hambatan non-tarif sehingga tidak terjadi preferensi dagang yang sesungguhnya dan mengakibatkan gagalnya peningkatan perdagangan antar anggota yang seharusnya menjadi pokok tujuan FTA.

Duplikasi pos tarif dimungkinkan terjadi karena pada satu negara anggota, paling tidak terdapat tarif Most Favored Nation (MFN), preferensi tarif antar anggota FTA, dan mungkin masih ditambah tarif-tarif lain yang berbeda dengan jadwal waktu yang berbeda pula sehingga menimbulkan kesulitan di lapangan (spaghetti ball phenomena). Terdapat pula masalah dalam mempertahankan anggota bila terjadi overlapping, yaitu suatu negara menjadi anggota lebih dari satu kesepakatan FTA, misalnya Singapura selain menjadi anggota AFTA, juga menjalin FTA dengan Jepang dan dengan Amerika Serikat, atau Thailand selain menjadi anggota AFTA juga membentuk FTA lain dengan negara-negara Asia Selatan. FTA regional maupun bilateral juga dikhawatirkan memberi kontribusi dalam mengganggu negosiasi perdagangan bebas pada tingkat multilateral.

Secara khusus, pengaruh negatif FTA ASEAN-China terhadap Indonesia adalah:

  • Memperburuk neraca perdagangan Indonesia dengan China. Selama ini saja, Indonesia terus-terusan membukukan defisit. Dengan diberlakukannya CAFTA, defisit dalam neraca perdagangan Indonesia dengan China bisa semakin menjadi.

  • Performa dan kapasitas produksi sektor-sektor yang belum siap menghadapi ACFTA akan mendorong munculnya PHK dan pengangguran. Simulasi yang pernah dilakukan P2E-LIPI menunjukkan bahwa setiap penurunan kapasitas produksi sektor industri sebesar 10% berpotensi mendorong PHK (pengangguran) 500 ribu orang. Betapa besarnya pengangguran yang akan muncul seandainya CAFTA menekan kapasitas produksi sektor industri sebesar 10 persen saja.

  • Adanya serbuan produk dari China seperti jeruk misalnya, yang dalam jumlah kuantitas akan lebih banyak daripada sebelumnya. Petani jeruk Tanah Karo, menuturkan sebelum pemberlakuan ACFTA, jeruk asal China sudah membanjiri Sumut. Para petani jeruk pun sebagian sudah beralih ke palawija.

  • ACFTA juga mengancam industri tekstil dan garmen lokal yang berorientasi domestik. Mengingat dari segi kualitas dan harga, produk tekstil dan garmen China mampu merebut pasar yang ada.


Sebab Sektor Industri di Indonesia yang tidak siap dengan FTA ASEAN-China

Dari artikel/kasus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebab mengapa sektor industri di Indonesia ada yang tidak siap dengan FTA ASEAN-China antara lain adalah:

  • Persoalan infrastruktur yang menyebabkan biaya tinggi dalam kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor, suku bunga kredit perbankan yang melangit, kurs rupiah terhadap dolar AS yang tidak stabil, dan birokrasi yang tidak efisien, juga menjadi penyebab loyonya daya saing industri dalam negeri ini. Kondisi tersebut menyebabkan produksi menjadi mahal, sehingga harga jual produk sama sekali tidak kompetitif.

  • Kurangnya proteksi dan promosi yang dilakukan pemerintah untuk komoditas yang strategis, seperti beras, jagung, gula, dan kedelai. Pemerintah tidak pernah melihat sektor agroindustri sebagai sektor yang mampu bersaing dalam perdagangan bebas. Pemerintah tidak memiliki kebijakan yang jelas dalam mengembangkan agorindustri, serta tidak ada strategi industri dan perdagangan dari agroindustri di dalam negeri.

  • Pemerintah belum siap dalam memberikan fasilitasi dan penerbitan regulasi, sehingga industri tekstil dan produk tekstil kita kalah bersaing.

  • Dst.



Cara memperkuat sektor industri dalam negeri dalam era FTA tersebut

Adapun cara untuk memperkuat sektor industri di Indonesia dalam menghadapi FTA ASEAN-China antara lain adalah:

  • Melakukan crash programme untuk menyelamat kan dan memperkokoh industri di dalam negeri yang harus di tangani secara serius dan ber sama-sama antara pemerintah, DPR, pelaku industri, organisasi organisasi pelaku industry dengan jalan:

  1. Membuat road map industri-industri strategis, terutama yang menyangkut banyak tenaga kerja,

  2. Penanggulangan krisis energi di daerah sentra industri, KEK serta kawasan industri lainnya,

  3. Menyiapkan infrastruktur jalan dan pelabuhan,

  4. Peningkatan kapasitas SDM dan teknologi di semua lini industri manufaktur,

  5. Memberikan kepastian hukum yang menjamin keberlangsungan dunia industri.

  6. Menertibkan pungutan-pungutan liar di jalur birokrasi,

  7. Melakukan penyederhanaan sistem perdagangan ekspor-impor menjadi satu pintu, sehingga lebih efektif dan efisien,

  8. Mendorong investasi dengan stimulus dan kemudahan kepada industri hulu,

  9. Memberikan kemudahan kredit perbankan kepada pelaku industri, serta pemerintah harus berani memberikan subsidi bunga pinjaman kepada pelaku industri maksimal 6 persen, serta kebijakan perbankan harus diprioritaskan untuk menguatkan sektor industri, bukan malah dikucurkan pada bank-bank swasta yang tidak jelas seperti Bank Century.

  10. Membangun kemandirian ekonomi bangsa melalui penguatan UKM, UMKM serta koperasi, yang bisa menjadi anak asuh bagi industri besar. Dengan begitu, ada sinergisme ekonomi yang dibangun,

  11. Sektor pertanian dan peternakan juga harus mendapat perhatian untuk membendung laju produk impor yang melemahkan posisi petani dan peternak lokal

  • Ancaman terhadap pemutusan kerja massal harus diantisipasi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan tenaga kerja dalam negeri. Tidak hanya itu, diperlukan sikap afirmatif (affirmative action), di mana tenaga kerja dalam negeri memperoleh porsi lebih besar dan lebih dipentingkan dalam setiap pembukaan lahan kerja.

  • Kualitas produk nasional yang sebelumnya telah tergerus oleh produk-produk China harus memperoleh proteksi. Hal ini secara tidak langsung juga akan melindungi eksistensi industri dalam negeri. Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi setiap produk dalam negeri maupun impor yang beredar di pasaran harus diterapkan dengan pengawasan yang ketat. Penerapan SNI akan mencegah peredaran barang murah namun berkualitas rendah. Bukan rahasia lagi, produk impor yang dipastikan akan lebih membanjiri pasar dalam negeri menjadi malapetaka bagi para pelaku usaha. Penerapan safeguard berupa instrumen pengenaan bea masuk tambahan yang ditetapkan jika pasar dalam negeri dibanjiri produk impor sehingga industri dalam negeri mengalami kerugian, harus direalisasikan lebih cepat. Instrumen ini juga mencegah penyelundupan yang bisa terjadi akibat pengawasan yang lemah. Safeguard adalah salah satu instrumen penting dari 5 (lima) instrumen lainnya (SNI, anti dumping, anti subsidi dan technical barriers to trade).

  • Penyusunan aturan hukum yang bisa melindungi produksi nasional Indonesia. Mengingat dampak sistemik yang akan ditimbulkan oleh perjanjian ini, sepatutnya terlebih dahulu melalui berbagai arena konsultasi di ranah publik. Sebagai lembaga pengawasan, FTA tidak boleh luput dari perhatian DPR. Lembaga inilah yang akan meratifikasi perjanjian itu dan menyerahkannya kepada pemerintah. Jika perjanjian tersebut mengancam perekonomian, maka sangat memungkinkan untuk diuji, direvisi, bahkan dicabut.

  • Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan non-tariff dan antidumping untuk melindungi sektor industri nasional. Misalnya, menyediakan bantuan untuk restrukturisasi permesinan dan pembebasan bea masuk impor untuk bahan baku dan permesinan yang dibutuhkan industri nasional. Juga Indonesia bisa menerapkan SNI bagi produk impor yang dijual di pasar lokal

  • Peningkatan penggunaan produk lokal sebagaimana telah diatur di dalam Inpres No 2/2009. Instansi pemerintah dan BUMN perlu didorong sebagai pelopor untuk hal ini. Reward dan punishment perlu diberlakukan untuk mendorong instansi pemerintah dan BUMN menggunakan produk dalam negeri. Sejalan dengan itu, Indonesia sudah mulai harus bergegas untuk mendorong peningkatan daya saing sektor/industri nasional.Meskipun bisa tidaknya suatu industri meningkatkan daya saing ditentukan oleh industri itu sendiri, tetapi pemerintah berkontribusi terhadap lemahnya daya saing industri nasional.

0 comments:

Post a Comment