Saturday, July 3, 2010

KASUS & PEMBAHASAN : DONAT SEBAGAI GAYA HIDUP

TUGAS MK MANAJEMEN PEMASARAN STRATEGI


DONAT SEBAGAI GAYA HIDUP



Di beberapa negara bagian Amerika Serikat, persaingan DD dengan KK sudah lama terjadi, sepanjang kelahirannya masing-masing. Orang Amerika biasa menyingkat Dunkin’ Donuts dengan DD. Demikian pula Krispy Kreme disingkat KK saja. Dua-duanya perusahaan donat, penganan ringan yang sejak awal kelahirannya dianggap sebagai simbol gaya hidup.

Sejak awal kehadirannya di Indonesia, DD yang lahir dari kreativitas William Rosenberg tahun 1950 di Quincy, Massachusetts, lekat dengan kudapan kelas menengah perkotaan. Tetapi ia tidak menjadi histeria massa, dalam arti orang harus rela antre berjam-jam hanya untuk menenteng makanan itu. KK yang diciptakan oleh Vernon Rudolph di Nashville 13 tahun lebih dulu dibandingkan dengan DD, saat pertama kali hadir di Jakarta, juga tidak menjadi histeria massa yang mencolok mata.

Bagaimana dengan J.CO? Sejak gerai donat ini dibuka untuk pertama kalinya 26 Juli 2005 lalu di Jakarta, sampai sekarang orang masih rela antre atau berebut meja dan tempat duduk demi beberapa keping donat.

Mereka yang antre adalah kalangan kelas menengah atas karena gerai berada di mal-mal berkelas, seperti Senayan City, Mal Taman Anggrek, atau Plaza Semanggi. Mereka tidak sekadar memuaskan lidah mengunyah “Al Caponne” sambil menyeruput kopi pekat Arabica, tetapi mereka sedang mempertontonkan sebuah gaya hidup. “Mereka adalah J.COmmunity yang sedang J.COing,” kata Gita Herdi Hastarani, seorang eksekutif muda.

Banyak orang mengira J.CO yang bernama dagang lengkap J.CO Donuts & Coffee adalah setanah kelahiran dengan DD maupun KK, setidak-tidaknya itu produk asing. Mungkin karena histeria massa yang ditimbulkannya sehingga orang berkesimpulan J.CO adalah produk “bule”.

J.CO adalah produk dalam negeri yang diciptakan putra asli Indonesia, Johnny Andrean! “J.CO saya create untuk menyerbu asing,” kata Johnny saat ditemui di salah satu gerainya di Senayan City.

Johnny memiliki sejumlah unit usaha yang semuanya bergerak dalam life style atau gaya hidup. Mulai dari usaha salon dengan nama bisnis sesuai namanya yang kini sudah memiliki 202 cabang, sejumlah produk kecantikan dan sampo, waralaba roti BreadTalk dari Singapura, dan terakhir J.CO. Tidak ada satu pun unit usaha itu yang ia anak tirikan. “Semua penting,” katanya.

Kelahiran donat bukan tiba-tiba, tetapi berasal dari sebuah ide yang sudah dikandung pikirannya selama lebih dari lima tahun. Di mana letak donat sebagai sebuah gaya hidup? Ini pertanyaan mendasar. Johnny menjawabnya dengan apa yang dialaminya sendiri. “Orang suka donat, saya juga makan donat, maka saya melihat ini sebagai peluang. Donat yang ada sekarang umumnya berat dan manis. Maka saya create donat yang ringan, sehat, dan bergaya,” katanya.

Tidak cukup sampai di situ, donat sebagai sebuah gaya hidup dikembangkan dengan memberi kesan bahwa konsumen bangga berhubungan dengan J.CO. Tempat yang baik dan khas, cara menghidangkannya yang elegan dan disajikan dengan cara yang baik adalah sesuatu yang lekat dengan gaya hidup. Maka itu pun dilakukan.

Bagaimana bisa menangkap gaya hidup yang dalam pandangan sosiologi lekat dengan konsumtivisme sebagai peluang bisnis? Kuncinya ternyata ada pada survei. Hasil survei menyimpulkan, banyak orang jualan donat tetapi tidak punya minuman yang enak. J.CO melihat ini sebagai peluang. Makanan dan minuman pun harus disatukan sehingga cocok sebagai gaya hidup. Jika mau menang, kualitas jangan diabaikan. Terciptalah 20 varian donat plus 20 varian minuman.

Untuk menakar sekaligus mempertahankan kesetiaan komunitas, misalnya, manajemen J.CO memberlakukan “seleksi alamiah” atas semua jenis varian. Kompetisi “tangga lagu” yang lekat dengan anak-anak muda perkotaan diberlakukan.

Ada yang “in” dan ada yang “out”. Ukurannya adalah bila satu varian makanan atau minuman hanya disukai kurang dari 30 persen, maka ia akan terlempar untuk diganti varian baru. Seleksi itu dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Tentang nama, Johnny menjelaskan, J.CO diciptakan dan dipersiapkan untuk go international. Kalau sudah di luar negeri, nama haruslah yang mudah diingat dan mudah disebut. Lagi-lagi survei menunjukkan, nama J.CO mudah diingat oleh orang. “Very simple, enggak complicated,” kata Johnny yang berencana mewaralabakan bisnisnya itu atau dengan menggunakan cara kerja sama (profit sharing) dalam waktu dekat. Singapura adalah negara tujuan pertama untuk mengenalkan produknya.

Agar produk gaya hidup dapat diterima negara-negara lain, uji coba dilakukan di Jakarta. Di Jakarta pusat yang banyak bule dan orang Jepang, menjadi ukuran ketika di antara mereka juga rela antre. Untuk sampai kepada kondisi seperti itu, konsumen harus dimanjakan total. Segala yang terbaik dihidangkan di meja.

“Kita datangkan cokelat Belgia karena mereka jagoan bikin cokelat. Kita datangkan almond dari California, corn flakes dari Amerika, keju dari Selandia Baru, kopi dari Italia, dan green tea dari Jepang. Kita bikin mereka tergila-gila biar balik lagi. Kita punya donat yang lembut, ringan, tidak terlalu manis, dan sehat. Semua itu life style, orang membeli mutu, membeli suasana, dan membeli tempat,” papar Johnny yang melibatkan enam konsultan asing dengan berbagai keahlian berbeda.

Histeria J.CO tidak hanya sebatas di Jakarta dan itu berlangsung sepanjang satu tahun. Di mana gerai itu dibuka di beberapa daerah seperti Bandung, Makassar, dan Surabaya, warga masyarakat kota setempat juga tersengat histeria. Mereka rela antre sebagaimana dilakukan oleh orang Jakarta. “JCOing coming soon,” demikian seruan di situs resmi perusahaan yang mengabarkan segera dibukanya gerai baru di beberapa kota.

Jenis makanan dan minuman, cara menanak atau memasak, cara menyajikan, menata ruang, sampai pada menciptakan sebuah komunitas, bagi Johnny adalah gaya hidup dan dalam gaya hidup terkandung peluang bisnis. Soal tudingan bahwa apa yang ditawarkannya telah mendorong orang bersikap konsumtif, Johnny punya pembelaan.


KESIMPULAN:


Strategi yang dilakukan J CO sehingga dapat diterima oleh pasar.

Dari artikel/kasus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi yang dilakukan J CO sehingga dapat diterima oleh pasar antara lain adalah:

  • STRATEGI PEMILIHAN MEREK/BRAND

J.CO diciptakan dan dipersiapkan untuk go international. Untuk itu nama/brand haruslah yang mudah diingat dan mudah disebut. Survei menunjukkan, nama J.CO mudah diingat oleh orang. “Very simple, dan tidak complicated,”

  • STRATEGI DEFERENSIASI PRODUK

Untuk memuaskan dan memanjakan para pelanggannya J CO menciptakan 20 varian donat plus 20 varian minuman yang bisa dijadikan pilihan sesuai dengan seleranya.

  • STRATEGI POTITIONING

J.CO. Donuts menjadi berbeda dari produk donat lain di tanah air karena diposisikan sebagai produk lifestyle dan disasarkan untuk konsumen dari segmen menengah keatas dengan gaya hidup dinamis, muda dan modern. Untuk menggarap segmen pasar ini, J.CO. membuat donat yang tidak mengenyangkan, lebih tipis dan teksturnya lebih lembut, bisa dimakan kapan saja dan dimana saja, berbeda dengan donat yang ada di pasar sebelumnya, yang porsinya cenderung lebih besar dan mengenyangkan. Sementara J.CO.,dari ukuran dan bentuknya, lebih cocok disebut camilan atau makanan selingan pengantar makan besar.

  • STRATEGI MARKETING

J.CO. memakai strategi experiential marketing lewat konsep open kitchen-nya. Selain Itu J CO juga menggunakan brand activation untuk membangun brand. Strategi ini direalisasikan dalam bentuk sampling di sekitar gerai, membuat blog dan friendster di dunia maya, masuk ke komunitas ibu-ibu arisan dengan menyelenggarakan factory visit dan demo pembuatan donat. Bagi J CO, endorsement pengunjung lewat antrian panjang yang mengular di outlet dan media yang menulis cerita tentang kelezatan, kekhasan, dan “kehebohan” J.CO. lebih penting ketimbang iklan. Strategi branding ini berhasil menciptakan word of mouth dan menuai publisitas. Dari sisi tampilan outlet, J.Co. mencoba menghadirkan nuansa internasional dengan design minimalis yang simple tapi tetap elegan dan modern, nyaris mirip desain gerai cafe shop ternama di dunia, Starbucks.

  • STRATEGI PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TOTAL

Voice of Customer, manajemen mutu total melihat pelanggan sebagai salah satu “aset” usaha” yang terpenting. Untuk itu pelaku usaha harus mampu mendengarkan “ Voice of Customer” dan mencoba memenuhinya secara lebih baik. Salah satu bentuk hasil mendengarkan “voice of customer” yang dilakukan J CO adalah penggantian varian makanan dan minuman. Dimana apabila satu varian makanan atau minuman hanya disukai kurang dari 30 persen, maka ia akan terlempar untuk diganti varian baru. Seleksi itu dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Mutu menuntut mitra bermutu tinggi. Karena untuk menghasilkan produk yang bermutu, perusahaan membutuhkan supplier bahan baku yang bermutu, proses yang baik, dan karyawan yang bermutu pula. Untuk menjaga mutu dari produknya J CO mendatangkan bahan baku produknya dari Negara-negara yang memiliki bahan baku yang bermutu diantaranya cokelat dari Belgia, almond dari California, corn flakes dari Amerika, keju dari Selandia Baru, kopi dari Italia, dan green tea dari Jepang

  • STRATEGI DISTRIBUSI

J.CO sukses menciptakan produk donut “cincin bergelombang” serta mengembangkan outlet di lokasi protokol dalam mall yang merupakan traffic builder. J CO membuka gerai di mal-mal berkelas, seperti Senayan City, Mal Taman Anggrek, atau Plaza Semanggi.


Upaya yang dilakukan agar pasar J CO sebagai simbol gaya hidup dapat bertahan di pasar

  1. Menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk dan pelayanan

Kualitas merupakan tolak ukur bagi konsumen/pelanggan untuk menilai suatu produk/jasa/usaha. Maka apabila semakin baik kualitas yang diberikan oleh J Co terhadap pelanggannya maka semakin tinggi pula apresiasi dan loyalitas pelanggan terhadap produk-produk J CO.

  1. Terus memperhatikan keinginan serta harapan dari konsumennya.

Untuk itu kinerja dari kualitas produk baik dalam hal kreatifitas dalam setiap kebijakan dan strategi bisnis termasuk inovasi produk, perluasan wilayah pemasaran, peningkatan service value dan penjualan dan faktor-faktor internal perusahaan lainnya yang menunjang kelancaran bisnis perusahaan.

  1. Mengenal dan memahami pasar serta perubahan-perubahannya termasuk persepsi dan motivasi pelanggan

Hal ini perlu dilakukan agar setiap kebijakan yang diambil dapat diaplikasikan dalam dunia bisnis secara cepat.

  1. Memberikan kepuasan tertinggi untuk pelanggan.

Kepuasan pelanggan terhadap produk yang diberikan karena adanya perceive value dan perceive quality yang dimiliki perusahaan. Hal ini akan menciptakan loyalitas pelanggan. Dengan semakin loyalnya pelanggan terhadap perusahaan maka akan memberikan dampak positif bagi kemajuan perusahaan.

  1. Dst.

1 comments:

Ananda Putri S said...

nice (: gua kira juga J. CO itu produk luar awalnya. wkwk

Post a Comment